Selasa, 20 November 2012
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENJAS DAN OLAHRAGA
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENJAS DAN OLAHRAGA
DISUSUN OLEH :
GIRI HARIADI ADZAN (12B04041)
ABDUL GAFFAR
(12B04042)
ISMAIL RAHMAN (12B04043)
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL page
DAFTAR ISI page
KATA PENGANTAR page
BAB I PENDAHULUAN page
BAB II PEMBAHASAN page
BAB III KESIMPULAN page
DAFTAR PUSTAKA page
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatu. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahNya sehingga kami sebagai penulis
dapat membuat makalah ini.
Dan kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah memberikan kami tugas yang
berbentuk makalah seperti ini, dari sinilah kami termotivasi untuk membuat dan
menyusun makalh dengan judul “ Persamaan dan Perbedaan Konsep Penjas dan Olahraga”. Penulis hanya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu
pengetahuan para pembaca, kami
sangat mengharapkan masukan, saran maupun kritikan dari pembaca karena kami
sangat sadar bahwa apa yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan.
Makassar,
01 Oktober 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan jasmani dan olahraga ( Penjas-Or) merupakan
bagian dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan
pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, rohani, dan sosial peserta didik tidak pernah diragukan.
Pendidikan
Jasmani adalah kegiatan jasmani yang diselenggarakan untuk menjadi media bagi
kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk
mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek mental,
intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka
pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera Rohani
(melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.
Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu
kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan
gerak dasar maupun gerak keterampilan ( kecabangan olahraga ).
BAB
II
PEMBAHASAN
Penjas
merupakan aktivitas fisik dan dapat berupa permainan. Tujuannya tidak sama akan
tetapi dalam bagian tertentu menunjukkan kaitan satu sama lain.
Berdasarkan
dokumen yang resmi, pendidikan jasmani (physical education) digunakan
untuk kalangan pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
sedangkan olahraga untuk kegiatan di luar pendidikan yang berorientasi pada
peningkatan prestasi.
Perbedaan
pendidikan jasmani dan olahraga
Pendidikan
Jasmani
|
Olahraga
|
|
|
- Dua prinsip utama pendidikan jasmani pertama : menguatamakan partisipasi semua siswa, kedua : upaya pendidikan harus dapat membentuk kebiasaan hidup aktif sepanjang hayat. Prinsip yang kedua berkaitan dengan usaha untuk mencapai kualitas hidup sehat. Bagian penting dari itu adalah kebugaran atau kesegaran jasmani yang dengan kata lain adalah physical fitness. Sumbangan penting dari aktivitas jasmani adalah terciptanya derajat kesegaran jasmani.
Sebuah
konsep yang makin berkembang sehubungan dengan kualitas kemampuan fungsi organ
tubuh untuk menjalankan tugas dan gerak dalam kehidupan sehari – hari dan dalam
setiap tugas tersebut memmiliki tingkat tuntutan berbeda, oleh karenanya dewasa
ini konsep kebugaran jasmani berkembang menjadi dua macam yaitu kesegarah
jasmani yang berhubungan dengan kesehatan dan yang berhubungan dengan
ketrampilan olahraga.
Pengkuran
kesegaran jasmani para anak merupakan bagian penting dari pengkuran dan
evaluasi dalam pendidikan jasmani. Hasil pengkuran dapat digunakan untuk
melihat tingkat keberhasilan program disamping untuk tindakan penyempurnaan
bahkan metode pelaksanaannya sehubungan dengan hal tersebut, tes perlu dipilih
dengan mengikuti kriteria tertentu yang penting pelaporannya harus bermakna
sebagai informasi. Laporan tersebut merupakan papran deskriptif yang menjelaskan
sejauh mana kemajuan belajar ditinjau dari derajat kesegaran jasmaninya.
- pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada tujuan pendidikan tersebut.Tujuan pendidikan jasmani bukanlah aktivitas jasmani itu sendiri,tapi untukmengembangkan potensi siswa.
Persepsi yg
sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai – nilai
luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung didalamnya tidak akan pernah
tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan
anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan
sehingga menarik dan menyenangkan. Sasaran bukan hanya ditujukan untuk
mengembangkan keterampilan olahraga, tapi perkembangan pribadi anak seutuhnya.
Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang
efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian
pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain dimana pendidikan
jasmani disamakan dengan setiap usaha yang mengarah pada pengembangan organ –
organ tubuh manusia, kesegaran jasmani, kegiatan fisik, dan pengembangan
keterampilan. Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan
arti pendidikan jsmani yang sebenarnya.
pendidikan
jasmani bukan hanya merupakan aktifitas pengembangan fisik secara
terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general
education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan
interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
- Tujuannya adalah untuk mendapatakan ilmu yang lebih banyak dan pengetahuan yang luas mengenai pendidikan jasmani dan olahraga, sasarannya kami berharap dapat lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan selesai dalam 4 tahun.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam
kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari
pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan
mentalnya. Pendidikan
jasmani ini harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistic
tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga domain kependidikan,
psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer,
penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat
pikiran atau jiwa”. Artinya, dalam tubuh yang baik “diharapkan” pula jiwa yang
sehat, seperti dengan pepatah “men sana in corporesano” Akan tetapi, apakah
kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan asmani, tetapi, apakah
konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam masyarakat kita atau diantara
pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari
menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani disekolah-sekolah,
sehingga proses pembelajaran penjas disekolahnya masih lebih banyak ditekankan
pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam
kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang lebih baik, karena ironisnya,
justru program pendidikan jasmani dikita masih tidak ditekankan kemana-mana.
Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa program
penjas dipandang tidak penting sama sekali.
Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjukan pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan pendidikan jasmani dengan bermain olahraga
dalam memahami
arti pendidikan jasmani, kita juga harus mempertimbangkan hubungan antar
bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular
dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman
tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah
aktifitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai
hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak
harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan
jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan didalam keduanya.
Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang teorganisasi, yang menepatkanya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Diatas semua pengertian itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kopetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan prestasi.
Ada 4 aspek yang membedakan antara Pendidikan Jasmani dengan Olahraga antara lain:
1. Tujuan Pendidikan Jasmani disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang menyangkut pengembangan seluruh pribadi anak didik, sedangkan tujuan Olahraga adalah mengacu pada prestasi unjuk laku motorik setinggi-tingginya untuk dapat memenangkan dalam pertandinga.
2. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan tingkat
kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi pembelajaran atau isi latihan merupakan
target yang harus dipenuhi.
3. Orientasi Pembelajaran pada pendidikan jasmani berpusat pada anak
didik. Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada waktunya diberi
kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet yang tidak dapat mencapai tujuan
sesuai dengan target waktu dianggap tidak berbakat dan harus diganti dengan
atlet lain.
4. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga bertujuan untuk memilih atlet berbakat.
4. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga bertujuan untuk memilih atlet berbakat.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasrkan
uraian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
kepercayaan diri merupakan
suatu sikap atau
per asaan yakin atas kemampuan diri
sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak
terlalu cemas dalam
tindakan-tindakannya, dapat merasa
bebas untuk melakukan hal-hal
yang disukainya, bertanggung jawab
atas perbuatannya, hangat
dan sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain,
dapat menerima dan
menghargai orang lain,
memiliki dorongan untuk berprestasi
serta dapat mengenal
kelebihan dan kekurangannya.
2.
Zegarnik
effect adalah suatu gejala yang bersifat negatif yang mempengaruhi pikiran atau
tingkah laku seseorang dalam menghadapi sebuah kenyataan atau masalah yang
sedang dihadapi
3.
Percaya
diri dan zeigarnik effect adalah dua hal berbeda yang sangat mempengaruhi
pencapaian prestasi optimal seorang individu atau atlet
4.
Pelatih
atau psikolog memiliki peran penting dalam mengamati, mengontrol, dan
mengarahkan seorang atlet agar tidak terjadi zeigarnik effect yang dapat
menimbulkan dampak negatif pada atletnya
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R.1992. Rahasia Membangun
Kepercayaan Diri (terjemahan Rita Wiryadi).Jakarta: Binarupa Aksara
Baumeister,
R.F., & Bushman, B.J., (2008). Social Psychology and Human Nature. United
States: Thompson Wadsworth.
Centi,P.J. 1995. Mengapa Rendah
Diri. Yogyakarta: Kanisius
Drajat, Z. 1994. Remaja, Harapan
dan Tantangan. Jakarta: CV. Ruhama
Eysenk, H.J. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Terjemahan Gulo DH. Jakarta : ANS.
Fisher, James. 1992. Menjual Percaya Diri ditahun 90an. Jakarta : Rajawali Press.
Hakim,P.1997. Test
Keperibadian(terjemahan Cecilia, G. Sumekto). Yogyakarta: Kanisius
Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta : Puspa Swara.
Http://Sosseres.blogspot.com/2011/02/Arti-Percaya-Diri.html diakses 24-09-2012
Lauster, P. 1997. Test Kepribadian
( terjemahan Cecilia, G. Sumekto ). Yokyakarta. Kanisius
Minggu, 22 November 2009
FUTSAL
Kita, orang Indonesia, bukanlah bangsa yang dikenal luas karena taat aturan. Malah sebaliknya! Kita ini dituding, dan memang ada benarnya juga, sebagai bangsa yang tidak taat aturan. Kalau tidak mau dibilang tidak punya aturan. Bukan hanya aturan-aturan sepele yang tidak terkait langsung dengan kehidupan kita. Bahkan aturan-aturan yang sesungguhnya dibuat untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain pun kita cuekin!
Tahu kan, ungkapan yang selalu diucapkan salah satu tokoh dalam acara parodi politik di tivi: “Gitu aja kok repot!”. Sejujurnya, saya tidak suka dengan ucapan itu. Bukan tidak suka dengan orang yang mengucapkan, lho! Ungkapan itu, menurut pendapat pribadi saya, adalah intisari dari pandangan hidup kita semua yang benar-benar menempatkan aturan di tempat sampah. Bagaimana mungkin orang-orang bisa tertawa terbahak-bahak menanggapi ide seperti itu?
Maka dari itu, saya berencana menulis sebuah serial mengenai peraturan baku dalam futsal.Semuanya saya ambil dari sumber yang sangat pantas untuk kita jadikan acuan bersama: FIFA. Semoga dengan mengenal aturan baku, memahaminya, kemudian menerapkannya dalam aktivitas futsal, akan membawa dampak positif dalam diri kita masing-masing. Siapa tahu, dengan mendisiplinkan diri dari hal kecil semacam futsal, kita kemudian bisa mulai mendisiplinkan diri dalam hal-hala yang lebih besar? Kalaupun Anda tidak sependapat dengan saya, setidaknya saya masih bisa bilang: “Pelajari dan terapkan saja aturan-aturan futsal ini, biar Anda gak tengsin-tengsin amat kalau main dalam turnamen resmi, hahaha…!!!”
Dalam edisi pertama ini, mari bicara soal lapangan dan bola. Tanpa kedua hal ini, kita semua tidak bisa bermain futsal kan?
Untuk alasan keselamatan, hindarilah penggunaan lapangan yang terbuat dari bahan semen. Sebaiknya gunakan lapangan yang terbuat dari rubber, wood, ataupun rumput sintetis. Bagaimanapun, penggunaan lapangan berumput sintetis oleh FIFA hanya diperbolehkan untuk turnamen tingkat lokal, tidak untuk tingkat internasional. Panjangnya lapangan yang ideal adalah 25-42 meter. Lebar ideal adalah 15-25 meter. Tentu saja lapangan ini harus berbentuk persegi panjang. Bukan bujur sangkar!
Di Jakarta, sejauh yang saya amati, bahan dan ukuran lapangan sangat beragam. Silahkan Anda pilih sendiri mana yang paling nyaman dan aman bagi Anda dan rekan-rekan futsal Anda. Informasi dari beberapa lapangan yang tersebar di Jakarta dapat dilihat di Fighting Ground.
Lapangan futsal dibagi menjadi beberapa zona oleh garis-garis putih (selebar 8 cm), dan juga oleh beberapa titik putih. Setiap zona punya aturan dan konsekuensi tersendiri. Saya berusaha memberi penjelasan sebaik mungkin terkait hal ini. Jadi, kalau Anda memiliki informasi yang lebih akurat, mohon jangan sungkan-sungkan untuk menulis komentar disini.
Garis panjang lapangan biasa disebut side line ataupun touch line. Jika bola melewati garis ini, maka permainan dihentikan dan selanjutnya dimulai lagi dengan kick-in. Dalam melakukankick-in, bola harus benar-benar berada diatas garis, dan kedua kaki penendang (no offenseuntuk futsalor yang tidak memiliki dua kaki) tidak boleh menginjak garis ataupun berada dalam lapangan.
Garis lebar lapangan biasa disebut goal line, karena memang goal/gawang diletakan di garis ini. Jika bola melewati garis ini, maka permainan dihentikan dan selanjutnya dimulai lagi dengancorner kick ataupun goal clearence (bola dilempar oleh penjaga gawang, bukan ditendang). Ukuran dari gawang itu sendiri adalah: lebar 3 m, tinggi 2 m, dengan kedalaman jaring atas 0,8 m, dan kedalaman jaring bawah 1 m.
Lapangan ini dibagi dua sama besar dengan sebuah garis yang disebut halfway line. Di tengahnya terdapat titik putih, dikelilingi garis putih melingkar dengan radius 3 m (disebutcenter circle). Kick-off dimulai dari titik ini.
Dalam futsal, halfway line lebih banyak fungsinya dibanding dalam sepak bola, selain hanya sebagai pembagi wilayah kedua tim yang bertanding. Tim yang menguasai bola (bola berasal dari penjaga gawang mereka sendiri), tidak diperkenankan mengembalikan bola ke penjaga gawang sebelum bola tersebut melewati halfway line memasuki daerah pertahanan lawan atau sebelum bola tersebut tersentuh/dikuasai oleh pemain lawan.
Jika dilakukan, ini akan diganjar dengan indirect free kick alias tendangan bebas tidak langsung. Penjaga gawang juga tidak diperkenankan menguasai bola selama lebih dari 4 detik di wilayahnya sendiri. Hukuman untuk pelanggaran seperti ini juga berupa indirect free kick.
Di keempat sudut lapangan terdapat garis lengkung putih yang ditarik 25 cm dari sudut lapangan ke bagian dalam lapangan. Zona yang dihasilkan oleh garis ini disebut corner arc yang tentu saja digunakan untuk meletakkan bola dalam situasi corner kick.
Penalty area ditandai dengan garis lengkung putih dengan radius 6 m dari masing-masing tiang gawang. Dalam zona ini penjaga gawang diperkenankan menyentuh bola menggunakan tangannya. Dalam zona ini pula setiap pelanggaran yang konsekuensinya adalah direct free kick(bukan indirect free kick) akan diganjar dengan tendangan penalti. Penjaga gawang punya hak khusus untuk melakukan sliding tackle tanpa terkena hukuman di wilayah ini. Sejauh wasit menganggap tindakan itu murni untuk mengamankan bola dan jauh dari nuansa kekerasan apalagi niat mencederai lawan.
Tepat 6 meter dari goal line (dari tengah gawang), melekat diatas garis pembatas penalty area,terdapat titik putih yang disebut first penalty mark. Titik ini digunakan dalam situasi tendangan penalti. Empat meter lebih jauh (10 meter dari goal line), segaris dengan first penalty mark,terdapat titik putih lain yang disebut second penalty mark. Penalty area, first dan second penalty mark, terdapat di kedua bagian lapangan yang dibagi oleh halfway line.
Jika dalam satu babak sebuah tim melakukan pelanggaran dengan konsekuensi direct free kicksebanyak 5 kali, maka pelanggaran keenam dan selanjutnya dalam babak itu (yang juga berkonsekuensi direct free kick, bukan inderect free kick) akan dihukum dengan direct free kickdari second penalty mark. Dalam situasi ini, tim yang dihukum tidak diperkenankan membentuk tembok penghalang. Situasinya sama persis dengan tendangan penalti biasa. Hanya saja jaraknya ke gawang lebih jauh.
Dalam situasi free kick, corner kick, maupun kick-in, tim yang bertahan tidak diperkenankan berada kurang dari 5 meter dari posisi bola yang dikuasai lawan.
Lalu bagaimana dengan bola yang digunakan?
Bola yang digunakan, menurut FIFA, seharusnya berdimensi: berbentuk bulat (ya iya lah!),keliling 62-64 cm, berat 400-440 gram, dan tekanan 0,4-0,6 atmosfir di permukaan laut. Khusus untuk tekanan, jangan bingung-bingung! FIFA memberi cara pengukuran yang lebih sederhana dan masuk akal: memantulkan bola ke lapangan (rubber atau wood). Dari ketinggian 2 m, pantulan pertama dari bola yang memenuhi syarat tidak boleh kurang dari 50 cm, namun tidak boleh lebih dari 65 cm.
Selasa, 17 November 2009
Langganan:
Postingan (Atom)